Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat membuat internet menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dengan aktivitas keseharian kita. Secara bertahap kita mulai mendigitalisasi berbagai hal dalam kehidupan. Covid-19 yang menjadi pandemi sejak awal tahun 2020 pun membuat kita seakan-akan dipaksa untuk melakukan percepatan dalam bertransformasi secara digital. Kegiatan yang pada awalnya dilaksanakan secara luring (offline) telah banyak beralih untuk dilakukan secara daring (online), seperti “bekerja dari rumah”, “sekolah dari rumah”, “silaturahmi dan arisan daring” serta banyak kegiatan lainnya.

Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), diketahui bahwa penetrasi pengguna internet Indonesia mengalami kenaikan dari 64,8 persen pada tahun 2018 menjadi 73,7 persen dari total penduduk Indonesia pada pertengahan tahun 2020. Semakin tinggi jumlah pengguna internet, maka risiko yang dihadapi pun akan semakin meningkat.

Hasil Survei Penetrasi Pengguna Internet oleh APJII

BSSN mencatat pada tahun 2019 terdapat 228.277.875 anomali traffic atau serangan siber ke Indonesia. Pada tahun 2020 jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebanyak 495.337.202. Tiga jenis serangan dengan jumlah teratas yaitu berupa Trojan Activity, Information Gathering dan Information Leak.

Laporan Monitoring Keamanan SIber Tahun 2020 Pusopkamsinas, BSSN

Kita, selaku pengguna tentunya tidak hanya ingin mendapatkan kualitas layanan yang terbaik dalam koneksi internet, tetapi juga mendapatkan layanan keamanan terbaik dalam berselancar di ruang siber. Selain kenyamanan, faktor keamanan kini cukup menjadi prioritas bagi para pengguna internet.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Microsoft dan Frost & Sullivan pada tahun 2017 diketahui bahwa potensi kerugian ekonomi Indonesia yang diakibatkan oleh insiden keamanan siber dapat mencapai US$ 34,2 miliar. Nilai tersebut setara dengan 3,7 persen jumlah total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain memiliki potensi kerugian finansial, insiden keamanan siber juga dapat berdampak pada menurunnya jumlah organisasi di Indonesia yang hendak memanfaatkan peluang-peluang pada era ekonomi digital, yaitu dengan tiga dari lima (61%) responden menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menunda upaya transformasi digital karena khawatir terhadap risiko-risiko siber. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan pengguna terhadap keamanan jaringan internet merupakan hal yang penting dalam melakukan transformasi digital.

Sebagai pengguna internet, terdapat dua upaya yang dapat kita lakukan agar dapat menikmati ruang siber dengan aman, yaitu dengan melakukan pengamanan pada sisi end user, baik perangkat maupun penggunanya serta memastikan penyedia jasa internet yang kita gunakan telah kriteria atau standar pengamanan yang dianjurkan.

Terdapat beberapa aspek yang perlu menjadi pertimbangan pada saat Anda memilih Internet Service Provider (ISP) atau Network Access Provider (NAP), antara lain:

1. Aspek Administrasi Teknis. Perusahaan yang bertindak sebagai NAP/ISP perlu memiliki dokumentasi secara teknis, meliputi inventarisasi perangkat, formulir registrasi pelanggan, dokumentasi protokol internet, serta terintegrasi dengan Local Internet Exchange.

2. Aspek Responsif. Pastikan NAP atau ISP yang akan Anda pilih memiliki Standard Operational Procedure (SOP) pencegahan dan penanganan dari serangan dan ancaman siber, baik secara internal maupun eksternal. Hal ini penting untuk memastikan bahwa NAP/ISP yang anda pilih nantinya siap mengantisipasi atau merespon insiden sesuai dengan prosedur yang tepat.

3. Aspek Mitigasi. Perusahaan NAP atau ISP perlu melakukan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko terjadinya insiden siber, seperti dengan menyediakan perangkat antisipasi serangan, tim teknis yang memiliki sertifikat kompetensi dalam pengelolaan jaringan, dan pemasangan sistem deteksi dini ancaman siber dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

4. Aspek Keamanan Layanan. Perusahaan NAP atau ISP sebaiknya aktif terkoneksi pada domain name server bersama Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), memiliki topologi penyaringan, memiliki tautan cadangan, dan menerapkan Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI).

5. Aspek Legalitas. Merupakan hal yang penting bagi sebuah NAP dan ISP untuk memiliki kelengkapan legalitas usaha, seperti izin penyelenggaraan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika serta memenuhi administrasi keanggotaan di Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Jika pengamanan dari sisi end user dan penyedia jaringan sudah diterapkan dengan baik, maka potensi kerugian akibat serangan atau ancaman siber pun dapat diminimalisasi. Kita pun dapat berselancar dengan aman dan nyaman dalam ruang siber.


Artikel ini diambil dari website BSSN.


Penulis : Agam | 02 Jun 2021, 10:03 WIB